Kututup hidung ketika melewati kerumunan kambing. Baunya
yang menyengat ternyata tidak mengganggu penjualnya. Dalam hati sempat juga
ngedumel sich, “Nih orang mau jualan kambing gak melihat-lihat tempat apa?
Masak jual hewan yg bau itu di dekat kios-kios elektronik. Kenapa nggak
sekalian aja jualan di dalam mall?” gerutuku dalam hati. Orang yang lalu
lalang, ada yang cuek, ada yang menutup hidung, ada juga yang justru
menghampiri hewan bau itu.
Kupercepat langkah kakiku melewati tempat tersebut, mataku
menatap lurus ke depan, tepat ke sebuah kios penjual HP. Memang kios itulah
yang menjadi tujuanku ke tempat ini. Kuraba saku celana, masih tersimpan HP
type lama yang sudah 5 tahun aku gunakan. Sebenarnya HP tersebut tidak
bermasalah, masih layak untuk di gunakan, baik bertelepon maupun ber-SMS.
Tetapi untuk saat ini, HP tersebut sangatlah “tidak layak”
digunakan di tempat umum. Sering aku menyaksikan sahabat-sahabatku yang
menggunakan HP terkini, canggih, suara polyphonic, ada radio, MP3 bahkan kamera
foto & video. Suaranya merdu sekali saat ada telepon masuk, bisa lagu
klasik ataupun lagu pop yang sedang top dari penyanyi papan atas. Sering aku
ikut melantunkan dalam hati lagu yang kebetulan aku tahu dan seakan ingin agar
pemiliknya tidak segera mengangkat telepon tersebut agar aku bisa lebih lama
mendengarkan lagu yang sedang di gandrungi banyak orang itu.
Memang luar biasa perkembangan teknologi saat ini, satu alat
bisa mewakili berbagai macam fungsi alat-alat lainnya. Tidak perlu membawa
walkman untuk mendengarkan lagu, tidak perlu bawa kamera untuk berfoto. Cukup
bawa satu buah HP, semua itu sudah bisa terwakili. Bahkan saat ini ada semacam
fasilitas untuk berbicara sekaligus melihat lawan bicara di seberang, kalau
tidak salah 3G (mohon maaf kalau istilahnya salah, maklum belum pernah pakai).
Kadang cukup kaget juga sich saat tahu siapa saja pemilik
alat-alat canggih tersebut. Dari pegawai kantoran, pengusaha, pegawai negeri,
pegawai toko dan mall bahkan pedagang bakso sekalipun.
Sekali waktu sempat kulihat, pegawai toko VCD saling
bertukar lagu lewat fasilitas bluetooth. HP yang ada di saku celanaku,
jangankan kamera, fasilitas bluetooth pun tak ada, lelucon yang sering di
lontarkan kawan-kawan adalah “Mau dikirimin lagu bagus nggak? Pakai bluetooth
aja, kan HP kamu emang rada “b u t u t” pasti bisa dech…….. ” Dan seperti biasa
aku cuma bisa nyengir sambil ikut tertawa.
Sekarang semua itu akan berubah, dengan susah payah aku
kumpulkan sebagian uangku untuk menggantikan rasa “malu” dengan “kebanggaan”
bertelepon di tempat umum. Tidak sia-sia pengorbananku selama setahun ini,
dengan terkumpulnya dana 3 juta untuk mengganti HP lama dengan HP baru, yang
saya pikir dengan dana tersebut cukuplah membeli HP canggih.
Belum sampai di depan kios HP yang kutuju, sempat terdengar pertanyaan
dari orang yang menghampiri pedagang kambing tadi.
“Kambing yang itu harganya berapa, Bang?”
“Satu juta, Pak” jawab si pedagang.
“Kok mahal amat sih bang?”
“Kambing yang itu harganya berapa, Bang?”
“Satu juta, Pak” jawab si pedagang.
“Kok mahal amat sih bang?”
“Itu yang terbesar pak, sehat lagi. Sangat pantas untuk
Qurban!”
“Wah kalau segitu sih, mana sanggup saya beli? Berapa sih hasil dari ngasong, Bang!”
(ternyata orang itu adalah pedagang asongan yang mencoba menawar kambing)
“Kalau yang coklat itu berapa, Bang? Itu yang rada kecilan!”
“Itu 750 ribu, Pak, harga pas…. nggak ngambil untung besar lho pak.”
“Saya cuma ada 650 ribu bang, boleh ya………?“
“Wah kalau segitu sih, mana sanggup saya beli? Berapa sih hasil dari ngasong, Bang!”
(ternyata orang itu adalah pedagang asongan yang mencoba menawar kambing)
“Kalau yang coklat itu berapa, Bang? Itu yang rada kecilan!”
“Itu 750 ribu, Pak, harga pas…. nggak ngambil untung besar lho pak.”
“Saya cuma ada 650 ribu bang, boleh ya………?“
“Wah pak , kalau segitu sih belum dapat, ongkos angkut ke
sininya saja sudah mahal, bagaimana kalau yang putih itu saja,” kata si
pedagang sambil menunjuk kambing yang lebih kecil
“Ya sudahlah, dari pada besok belum tentu terbeli,” katanya pasrah. “ini juga dari hasil nabung 3 tahun yang lalu, Bang.”
“Ya sudahlah, dari pada besok belum tentu terbeli,” katanya pasrah. “ini juga dari hasil nabung 3 tahun yang lalu, Bang.”
Seketika aku terkesiap, tiba-tiba rasa malu muncul dan
mengalir deras dalam hatiku. Rasa malu ini bahkan melebihi rasa malu saat
kawan-kawan mencemooh HP bututku. Kuhentikan langkah kaki ini, tiba-tiba sekali
aku jadi tertarik mendekati hewan yang bau itu. Bayangan HP baru perlahan-lahan
hilang, berganti dengan bayangan gema Takbir saat kambing, domba dan sapi disembelih
dengan menyebut asma Allah.
“Terima kasih ya Allah, Kau telah memberikan rasa malu pada
hati manusia.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar