Kesinambungan Ulama



Petuah, Pandangan dan Pemikiran KH. Maimoen Zubair

Sungguh ada kebahagiaan yang sangat mendalam jika masih ada umat Islam yang berpegang teguh pada ajaran Ahlussunnah wal Jamaah. Yaitu golongan yang mengikuti Sunnah Nabi dan yang mengikuti kelompok Sahabat Rasulullah SAW yang mengembalikan sesuatu kepada asalnya, yaitu al-Quran dan al-Hadis. Sebab keduanya itu saling berkaitan. Sebaik-baiknya zaman adalah zaman Rasulullah SAW. Lalu zaman setelahnya dan setelahnya. Masa kenabian itu berjumlah 23 tahun, 13 tahun Rasulullah berada di Makkah dan 10 tahun berada di Madinah. Di masa ini merupakan masa pokok keislaman. Banyak sahabat yang menyertai Rasulullah SAW, padahal al-Quran belum ditulis, yang hanya di hati dan bibir.

Setelah Rasulullah wafat, kekuasaan Islam pindah pada masa Asrorus Shohabat. Islam terus berkembang, sehingga banyak sesuatu yang belum ada di zaman Rasulullah diadakan oleh para Sahabat. Pembuatan baitul mal (zaman Abu Bakar), penyatuan Sholat Tarawih (sahabat Umar bin Khattab) dan pembukuan al-Quran (zaman Utsman bin Affan). Pembaharuan ini dijalankan karena menanggapi suatu kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan. Ini bukanlah bid'ah sebagaimana yang dianggap oleh orang-orang awam bahwa bid'ah itu menyesatkan. Pada masa Abu Bakar, al-Quran itu dikembangkan menjadi tulisan, yang kemudian disempurnakan oleh Kholifah yang ketiga, Utsman bin Affan. Pada zaman sahabat ini, al-Quran masih berbentuk tiga kategori, al-Quran yang masih di hati sanubari, al-Quran yang berupa bacaan dan al-Quran yang sudah berbentuk tulisan. Namun di sini yang paling banyak dikerjakan Sahabat adalah al-Quran yang di hati. Sehingga dari prestasi ini membuat masanya adalah masa yang baik setelah zaman Rasulullah. Sedikit sekali pada zaman sahabat yang hafal al-Quran secara utuh. Yang hafal secara awal sampai akhir cuma enam orang. Kebanyakan dari mereka adalah hafal surat-suratan. Namun perlu diketahui, bahwa hafal al-Quran itu tidak harus hafal semuanya . Sebab al-Quran itu pembahasan yang sering diulang-ulang dengan gaya bahasa yang berbeda-beda. Isinya ada tujuh pembahasan:
1    
  1. Mentauhidkan Allah 
  2. Memberi kabar gembira 
  3. Memberi kabar ancaman 
  4. Perintah untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya 
  5. Nasehat-nasehat 
  6. Cerita-cerita 
  7. Petunjuk 
Zaman 100 H ke atas, masa Islam pindah dari zaman sahabat menuju zaman Tabi'in. Di era ini kemajuan Islam terus berkembang terutama dalam ilmu pengetahuannya. Ide-ide cemerlang terus berdatangan. Hingga pada masa Umar bin Abdul Aziz timbullah suatu gagasan yang brilian, yaitu pembukuan Hadits Nabawi. Dalam hal ini Umar memberi mandat kepada Imam az-Zuhri untuk menjadi pelopornya.

Tahun 200 H ke atas, tongkat Islam berpindah lagi, dari zaman tabi'in menuju zaman tabi'it tabi'in. Di zaman ini perkembangan Islam bertambah lagi, yang asalnya cuma ada pembukuan al-Quran dan al-Hadits, sekarang timbul iman-imam madzhab yang menyusun kitab fiqih sedemikian rapi.

Masa 300 H ke atas, masa ini merupakan zaman di mana pemikiran akal semakin berkembang. Hingga suatu ketika muncullah kaum Mu'tazilah yang selalu mengedepankan akal dari pada dalil naqli. Maka dari permasalahan ini, oleh Imam As'ariyah dan Maturidiyah mengawinkan antara nash dan akal hingga muncul dalil yang namanya dalil naqli dan aqli.

Era 400 H ke atas, ini adalah tahun yang dipelopori oleh Imam Abu Bakar al-Bakilani. Di masa ini pembukuan kitab fiqih terus disempurnakan. Muncul Madrasah Nizhamiyah yang mengeluarkan pemikir-pemikir Islam yang handal. Selain itu muncul pula fitnah, berupa adanya kaum Syiah Qororiroh yang sangat kejam yang menjadi baksil kemajuan Islam. Mereka mencuri Hajar Aswad yang di Makkah dan membantu orang-orang kafir untuk menguasai Baitul Maqdis dari tangan umat Islam.

Tahun 500 H ke atas. Ketika umat Islam sebelum tahun ini terkena guncangan fitnah yang besar. Maka Allah meredakan fitnah tersebut lewat Imam al-Ghozali, salah satu pengajar di Madrasah an-Nizhamiyah yang mempunyai salah satu murid yang "malang-malang putung rawe-rawe rantas", yaitu Sholahuddin al-Ayyubi. Kelak di tangannya kejayaan Islam kembali. Beliau merebut Masjidil Aqsho dari tangan-tangan kafir, dan mengembalikan Hajar Aswad yang asalnya dicuri oleh orang Syi'ah ke tempat asalnya. Di masanya juga, muncul pensyi'aran tentang acara Maulidiyah, yang merupakan bukti kecintaan terhadap Rasulullah. Dan tidak kalah hebohnya, setelah Imam Ghozaly, muncul Imam Nawawi dan Rofi’i yang mana keduanya mengemas kitab karangan Imam Ghozali.

Tahun 600H ke atas, Islam kembali diguncangkan oleh fitnah yang sangat besar. Pelakunya tidak lain adalah orang Syi'ah yang membantu orang-orang Mongol untuk menjatuhkan Kerajaan Arab, Abbasiyyah. Di saat penaklukan semenanjung Arab ini, banyak ulama seperti Imam Ibnu Daqiqil Id yang lari dari Bagdad menuju Syam, namun atas izin Allah ada pembesar Mongol yang masuk Islam, Timur Leng, yang menyebarkan Islam bagi rakyat Mongol.

Tahun 800 H ke atas telah lahir ulama, yaitu Imam al-Bulqini. Kemudian setelahnya muncul ulama yang agung yang menghasilkan beberapa ilmu pengetahuan Islam yang dipelopori oleh Imam Suyuti.

Tahun 1000 H ke atas, kitab-kitab Islam mengalami perkembangan. Sebab di masa ini muncul kitab Hasiyah yang dipelopopri sebagian ulama. Di antaranya Imam Zamzami dan kawan-kawannya. Kitab Hasiyah merupakan suatu kebutuhan untuk menjabarkan ilmu-ilmu yang ada pada kitab Matan dan Syarah.

Tahun 1100 H ke atas, perkembangan ilmu pengetahuan Islam maju lagi, yaitu munculnya kitab al-Barjanji yang mensyiarkan tentang rasa cinta kepada Rasulullah. Janganlah kalian melupakan kitab asal ini meskipun sudah ada kitab-kitab yang memuji terhadap Rasul yang lain yang dikarang oleh ulama selain Imam al-Barjanji.

Tahun 1200 H ke atas, lahir ulama yang bermadzhab Hanafi. Tapi dia juga cinta Madzhab Syafii. Beliau tidak lain adalah Sayyid Murtadlo. Ulama yang mensyarahi kitab Ihya' karangan Imam Ghozali yang merupakan pegangan Madzhab Syafii. Percampuran yang menyebabkan peralihan juga terjadi pada keturunan Syaikh Bakir al-Jugjawi yang kebanyakan keturunannya menjadi Muhammadiyah yang menganut organisasi Ahmad Dahlan. Dan Ahmad Dahlan itu sendiri menjadi Muhammadiyah karena gurunya, Syaikh as-Syukati itu berpaham Muhammadiyah. Karena sejarah yang bercampur ini KH. Maimoen tidak berani membenci orang Muhammadiyah sebab banyak keturunan gurunya yang menjadi pengikut Muhammdiyah. Namun beliau juga tidak mau mengikuti Muhammadiyah. Beliau tetap pada Nahdhotul Ulama yang beraliran Ahlussunnah wal Jamaah. Tapi sekarang banyak orang yang NU ngakunya, tapi tidak memenuhi ajaran Ahlussunnah wal Jamaah. Orang yang seperti ini lebih jelek dari orang-orang yang menganut Muhammadiyah.

Pada abad ke-13 H, Islam mencapai perkembangan ilmu pengetahuan lagi lewat ulamanya yang handal. Beliau tidak lain adalah Sayyid Zaini Dahlan. Sosok yang alim yang tersegani di Makkah dan luar Makkah. Beliau banyak mengarang kitab yang kini tersebar di belahan dunia.

Sekitar tahun 1400 H telah lahir ulama yang menjadi panutan umat Nabi Muhammad SAW. Namanya sesuai dengan nama Rasulullah. Sosok itu adalah Sayyid Muhammad bin Alawy al-Maliki. Beliau dikabarkan menjadi mujaddid yang menempati tahun ini, banyak ulama yang terdidik dari tangan beliau, seperti halnya Sarang, banyak Masyayich yang pergi belajar ke Makkah ke pondok Sayyid Muhammad.

Adapun KH. Maimoen sendiri itu adalah orang yang hidup pada masa 1300 H dan 1400 H. Yang terpenting bagi kita adalah mengikuti ajaran Ahlussunnah wal Jamaah yang berpendapat bahwa al-Quran itu qodim (dahulu) bukan hadits (baru) sebagaimana yang yang dikemukakan oleh orang Mu'tazilah. Keistimewaan al-Quran itu bersinar pada diri Rasulullah. Dulu pada zaman sahabat jika memandang Rasululah mereka bisa menjadi alim sebab keberkahan yang dibawa oleh Rasulullah. Dan sumber utama kealiman itu juga berasal dari Rasulullah yang ilmunya tidak dapat dibayangkan karena saking banyaknya. Ajaran Islam yang dibawa oleh Rasululah pada awal dekade sangatlah asing, dan kelak akan kembali asing lagi. Selain asing juga aneh. Mengapa? Karena ketika Islam itu besar sebab diperjuangkan oleh Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Tapi justru orang yang pertama kali masuk Islam bukanlah dari kalangan mereka, tetapi Abu Bakar. Islam juga besarnya di daerah pedesaan, yaitu Yatsrib, bukan Makkah yang menjadi tempat lahirnya. Aneh lagi, meskipun Abu Bakar adalah orang yang pertama kali masuk Islam, tapi ketika kita membaca Shalawat itu hanya diperuntukan kepada Rasulullah SAW dan keluarganya, bukan Abu bakar.

Oleh: Amirul Ulum (Dewan Pengajar PP. Al-Anwar Sarang)

Tidak ada komentar: