Langkah-langkah yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin adalah sebagai berikut:
1. Memulai perbaikan dari dalam:
Hal ini sangat ditekankan sekali karena seorang pemimpin adalah tokoh panutan, terutama bagi rakyatnya. Tidak bijak dan tidak etis sama sekali jika seorang pemimpin hanya bisa memerintahkan ini-itu dengan seenaknya sendiri, sedangkan ia sendiri atau keluarganya masih sering melanggar peraturan yang sudah ditetapkan.
Ada baiknya jika kita menilik ke
belakang, nun jauh sana di era daulah umayyah. Di sana kita akan
mengetahui seorang pemimpin yang menerapkan poin ini dengan sangat baik.
Dia adalah Umar bin Abdul
Aziz. Salah satu kebijakan yang ia terapkan adalah memerintahkan
anggota keluarganya dan para keluarga umayyah untuk mengembalikan harta
yang bukan milik mereka yang hakikatnya adalah milik rakyat. Pernah
suatu kali ia mengumpulkan sanak familinya untuk makan-makan, lantas
mereka dibiarkan kelaparan tanpa makanan dalam jangka lama. Kemudian ia
memberikan makanan sederhana, gandum dan kurma. Setelah mereka melahap
semua dan kenyang, baru ia menghidangkan kepada mereka makanan yang enak
dan lezat. Namun mereka tidak bernafsu lagi. Lantas ia berkata: “Kenapa
kalian berani masuk neraka hanya dalam urusan makan minum?”1. Memulai perbaikan dari dalam:
Hal ini sangat ditekankan sekali karena seorang pemimpin adalah tokoh panutan, terutama bagi rakyatnya. Tidak bijak dan tidak etis sama sekali jika seorang pemimpin hanya bisa memerintahkan ini-itu dengan seenaknya sendiri, sedangkan ia sendiri atau keluarganya masih sering melanggar peraturan yang sudah ditetapkan.
2. Jujur tapi waspada:
Merupakan keharusan bagi seorang mukmin untuk bersikap jujur, terutama
orang yang diberi amanat untuk mengurusi rakyat. Namun juga jangan
sampai terlena akan senyuman orang yang kita jumpai. Yakni sikap waspada
juga perlu dimiliki. Umar bin Khattab pernah berkata: “Aku bukanlah
penipu, tapi aku tidak bisa ditipu.” Beliau memang diberi firasat yang
tajam. Sebagaimana yang dituturkan oleh Ibn Jawzy dalam kitab
al-Adzkiya’. Sayyidina Umar saat duduk bersama para sahabat beliau
melihat seseorang yang lewat di depannya. Lantas ia berkata: “Firasatku
mengatakan bahwa orang tersebut adalah dukun dan peramal, semoga saja
firasatku tidak salah.” Beliau memanggil orang tadi dan menanyakan
perihal dirinya dan ternyata memang benar ia adalah seorang dukun dan
peramal.
3. Memilih pembantu yang baik:
Sebagai orang yang
mempunyai beban yang sangat berat, seorang pemimpin memang harus memilih
pembantu yang akan ia jadikan orang terdekatnya, sebagai tempat curhat
dan meminta pertimbangan dalam urusan-urusannya, terlebih urusan rakyat.
Orang terbaik untuk dijadikan teman dekat sekaligus penasehat
adalah ulama yang baik. Contoh dari pemimpin terdahulu adalah Kholifah
Harun ar-Rasyid dari daulah Abbasiyyah. Suatu hari ia ingin menemui
ulama untuk mendengar nasehat dari mereka. Di antara ulama yang ia temui
adalah al-Fudloil bin Iyadl. Ia masuk ke rumah al-Fudloil sebagai
seorang murid yang hendak sowan ke rumah gurunya. Harun ar-Rasyid suatu
kali pernah didatangi oleh Syech Ibn Sammak, dan saat ia mengambil kendi
yang berisi air untuk ia minum, Syech Ibn Sammak tadi mencegahnya seraya
berkata: “Baginda, andai Baginda tidak diperbolehkan minum air itu, maka
dengan apa Baginda akan membelinya?” Harun ar-Rasyid menjawab: “Aku
akan membelinya dengan setengah kerajaanku.” Dan setelah ia meminumnya, Syech Ibn Sammak tadi berkata lagi: “Wahai Baginda, seandainya apa yang Anda minum tadi tidak bisa keluar dari tubuh Anda, maka apakah yang akan Anda serahkan?” Harun pun menjawab dengan jawaban yang sama. Lantas Syech Ibn Sammak meneruskan nasehatnya. “Baginda, sungguh kekuasaan yang
harganya cuma seceguk minuman dan air kencing, alangkah baiknya kalau
tidak diperebutkan.” Lalu Harun ar-Rasyid menangis dengat sangat.
Setiap orang mempunyai dua pendamping, ada yang menyuruhnya pada kebaikan dan ada yang menyuruhnya keburukan, sebagaimana dalam hadits nabawy berikut:
وَفِي صَحِيح الْبُخَارِيّ عَنْ أَبِي سَعِيد عَنْ
النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : " مَا اِسْتَخْلَفَ
اللَّه خَلِيفَة إِلَّا كَانَ لَهُ بِطَانَتَانِ : بِطَانَة تَأْمُرهُ
بِالْخَيْرِ , وَتَحُضّهُ عَلَيْهِ , وَبِطَانَة تَأْمُرهُ بِالشَّرِّ ,
وَتَحُضّهُ عَلَيْهِ , وَالْمَعْصُوم مَنْ عَصَمَ اللَّه "
Artinya:
“Allah tidak mengangkat seorang pemimpin kecuali ia akan didampingi dua
pendamping; ada yang menyuruhnya berbuat kebaikan dan ada yang
menyuruhnya berbuat keburukan. Hanya orang yang dijaga Allah lah yang
akan selamat.”
4. Tegas dalam memberantas kemungkaran:
Dalam
sejarah pemerintahan Kholifah Rasyidin, kita menemukan tindakan tegas
dalam memberantas kemungkaran. Yaitu saat Sayyidina Umar Ibn Khattab
mengetahui bahwa ada jual beli minuman keras di sebuah desa. Lantas
beliau memerintah untuk membakar desa tersebut. Mungkin ini salah satu
hal yang menyebabkan setan menjauh dari jalan yang beliau lewati,
sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW.
5. Berpijak pada akidah yang benar:
Dulu Sholahuddin al-Ayyubi sebelum berhasil membebaskan al-Quds (masjid
al-Aqsho) ia terlebih dahulu membersihkan daerah kekuasaan Islam dari
Syiah. Kala itu di Mesir terdapat daulah Fathimiyyah yang bermadzhab
Syiah. Lantas oleh Sholahuddin dihancurkan. Mungkin di Indonesia
paham-paham yang layak untuk diberantas adalah Liberal, Syiah dan
Wahhabi.
6. Selalu mengharap kepada Allah:
Tidak dipungkiri
bahwa kekuatan ruhiyah mempunyai peran yang sangat penting dalam
membangun atau menjaga suatu negara. Salah satu hal yang dilakukan oleh Nabi Muhammad pada malam perang Badar, beliau tidak henti-hentinya
memohon kepada Allah, bersimpuh dengan penuh penghambaan kepada-Nya.
Begitu juga apa yang dilakukan oleh Muhammad al-Fatih sang penakluk
Konstantinopel saat melawan Romawi. Diceritakan pada suatu malam
pembantunya masuk ke baraknya, ia dikagetkan dengan menemukan tuannya
menaruh dahinya di tanah tanpa alas apapun. Ia melakukannya dalam tempo
yang lama.
7. Menjaga dan membangun syiar Islam:
Salah satu
hal yang perlu diketengahkan di sini adalah bahwa pentingnya sebuah
identitas. Logo atau simbol merupakan salah satu cara menunjukkan sebuah
identitas dan ciri khas sesuatu. Simbol dalam Islam lebih disering
disebut dengan syiar. Allah sendiri telah memerintahkan Nabi Ibrahim
untuk membangun sebuah simbol agung atas ketauhidan Allah, yaitu Ka’bah
di Mekkah. Demikian halnya sikap kita terhadap syiar-syiar Islam yang
lain semisal masjid, pondok pesantren da buku-buku agama. Untuk
pemerintah sekarang dapat melakukan poin ini dengan membantu pembangunan
masjid, madrasah atau pondok pesantren. Tentu semua itu dengan
pengawasan orang ahli mengenai kepantasan suatu masjid atau madrasah
tersebut untuk menjadi penerima bantuan. Bentuk lain dari penjagaan
terhadap syiar Islam adalah dengan mempermudah jamaah haji untuk
melakukan ibadah haji dengan segala tetek bengeknya.
****
(Wasiat pendiri Khilafah Utsmaniyyah “Utsman Artoghrul” kepada anaknya “Urukhan”)
Wahai anakku, janganlah engkau menyibukkan diri dengan sesuatu yang
tidak diperintahkan oleh Allah Tuhan semesta alam. Dan jika engkau
dihadapkan pada suatu permasalahan yang pelik maka mintalah petunjuk
pada para ulama.
Wahai anakku, hormatilah orang yang taat padamu, berilah kesejahteraan pada perajurit, jangan sampai engkau ditipu setan dengan tentara dan hartamu, dan janganlah engkau menjauh dari ulama syariah.
Wahai anakku, sungguh engkau telah mengetahui bahwa tujuan kita adalah mencapai ridlo Allah, dan dengan berjihad cahaya agama kita akan menyebar ke seluruh penjuru dunia, maka timbullah ridlo-Nya.
Wahai anakku, kita ini bukan termasuk orang-orang yang mengobarkan perang dengan tujuan menguasai kebijakan atau menguasai individu, hidup dan mati kita adalah demi Islam. Dan inilah wahai anakku apa yang pantas untukmu.
Dalam riwayat lain sebagai berikut:
Ketahuilah
wahai anakku, sesungguhnya menyebarkan Islam, mengajak manusia padanya
dan menjaga harga diri serta harta orang muslim merupakan amanat di
pundakmu yang akan dimintai pertanggung jawabannya besok.
Dalam buku “penderitaan keturunan Utsman” terdapat redaksi berbeda mengenai wasiat Utsman kepada anaknya Urukhan:
Wahai anakku, aku akan kembali kepada Tuhanku dan aku sangat bangga
terhadapmu dengan (harapan) engkau bersikap adil terhadap rakyat dan
berjihad di jalan Allah untuk menyebarkan Islam.
Wahai anakku, aku berpesan padamu tentang ulama, jagalah mereka baik-baik, hormati mereka dan ikutilah petunjuk mereka karena mereka tidak memerintahkan kecuali hal yang baik.
Wahai anakku, jangan sekali-kali engkau berbuat sesuatu yang tidak Allah ridloi, dan jika engkau menghadapi suatu kesulitan maka bertanyalah pada ulama syariah karena mereka menunjukkan kepada kebaikan.
Dan ketahuilah wahai anakku, bahwa jalan kita satu-satunya di dunia ini adalah jalan Allah dan tujuan kita satu-satunya adalah menyebarkan agama Islam. Dan kita bukanlah orang-orang yang memburu pangkat dan dunia.
Dalam buku “sejarah Utsmani” berwarna ada beberapa redaksi wasiat Utsman pada anaknya:
Pesanku pada anak-anakku dan teman-temanku: Jagalah keagungan agama
Islam yang mulia ini dengan selalu melakukan jihad di jalan Allah,
junjung tinggi panji Islam dengan jihad yang sempurna, bekerjalah untuk
Islam selalu, sebab Allah telah menugaskan seorang hamba yang lemah
sepertiku untuk membuka negeri-negeri. Pergilah kalian dengan membawa
kalimat tauhid ke ujung dunia dengan berjihad di jalan Allah, dan siapa
saja dari keturunanku yang menyimpang dari kebenaran dan keadilan, ia
tidak akan mendapat syafaat Nabi Muhammad kelak di Hari Mahsyar.
Wahai anakku, tidak seorangpun di dunia ini yang bisa menghindar dari kematian, dan ajalku pun telah tiba, aku serahkan negeri ini padamu dan aku titipkan dirimu pada Tuhan. Berbuat adil-lah engkau dalam segala urusanmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar