Terma wushul adalah terma sufistik,
yang artinya "sampai" kepada Allah. Untuk wushul kepada
Allah, seorang muslim sufi tidak dapat meninggalkan ibadah sebagai landasan
utamanya. Namun ia tidak boleh mencukupkan dengan ibadah saja, ia juga harus
menjaga sopan-santunnya (adab).
Terma mahabbah (cinta kepada Allah)
berikut akan dapat menjelaskan:
a) Seseorang mencintai Allah karena takut akan
siksanya. Ini tingkatan pertama cinta kepada Allah. Cukup kiranya dengan ibadah
biasa.
b) Seseorang mencintai Allah karena mengharapkan pahala (surga)
dari-Nya. Ini mahabbah tingkatan kedua. Bentuk ibadahnya tentu lebih baik dari
ibadah tingkatan pertama.
c) Seseorang mencintai Allah karena memang
mencintai-Nya, tanpa pamrih apapun. Ini adalah cinta tingkatan paling atas.
Yang ia harapkan hanyalah dekat dengan-Nya. Dan ini tidak cukup dengan
ibadah-ibadah biasa, akan tetapi butuh penalaran dan latihan spiritual (riyadhatun nafs) yang lebih mendalam.
Pernah pada suatu kesempatan Nabi Muhammad
SAW beribadah salat di tengah malam hingga kakinya bengkak. Kemudian beliau
diingatkan oleh Sy. Aisyah, bahwa beliau tidak usah memaksakan diri seperti
itu, karena Allah telah mengampuni dosa-dosanya baik yang lalu atau yang akan
datang. Akan tetapi jawab Nabi sangat mengesankan sebagai seorang pilihan
yang telah mencapai derajat sempurna:
"Apakah saya tidak sebagai seorang
hamba yang bersyukur?"
Jadi, baik ibadah maupun adab-adabnya harus
dipelajari oleh seorang muslim yang ingin mencapai derajat yang lebih tinggi di
sisi Allah SWT. Praktik-praktik sufi yang mengedepankan adab kemudian
meninggalkan ibadah adalah bentuk sufisme yang tak dibenarkan oleh sufisme ala
Sunni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar